ANALISIS EKONOMI POLITIK MEDIA CETAK : HARIAN RAKYAT MERDEKA
Surat
kabar Harian rakyat merdeka merupakan
salah satu perusahaan di bawah naungan Jawa Pos Group yang terbit pertama kali
sebanyak 12 halaman pada 22 April 1999. Cikal bakal terbitnya surat kabar
harian rakyat merdeka ini sangat berhubungan dengan Koran harian merdeka.
Koran harian
Merdeka yang dimiliki oleh Baharuddin Muhammad Diah (BM Diah) mati suri karena
konflik keluarga. BM Diah pun berinisiatif untuk menyerahkan manajemen Merdeka
kepada Dahlan Iskan (Pemimpin Jawa Pos Group). BM Diah kemudian berpesan bahwa
selama Dahlan mengelola Merdeka, dia tidak boleh diganggu sama sekali oleh
keluarganya, termasuk oleh anaknya sendiri. Dahlan pun mengelola Merdeka dengan
tenang dan berhasil memajukannya hingga mencapai omzet miliaran rupiah.
Masalah muncul
ketika BM Diah meninggal dunia. Sahamnya otomatis diwarisi oleh anaknya yang
ternyata juga ingin menguasai manajemen Merdeka. Dahlan kemudian memilih untuk
mengundurkan diri karena alasan tidak cocok. Pengunduran diri Dahlan diikuti
oleh sebagian besar karyawan Merdeka yang kemudian bersepakat untuk mendirikan
koran Rakyat Merdeka. Merdeka pun akhirnya tutup karena pewaris BM Diah tidak
mampu mengelolanya.
Surat kabar
harian Rakyat Merdeka diterbitkan di era reformasi oleh semua bekas dan
karyawan Harian Merdeka, yang sarat dengan pengalaman selama puluhan tahun.
Sejak didirikan, Rakyat Merdeka dengan manajemen yang dikelola oleh para
wartawan dan karyawan profesional hasil gemblengan Jawa Pos Group berhasil
menembus tiras 170 ribu eksemplar. Hingga akhirnya bisa terbit 20 halaman
setiap hari, Rakyat Merdeka adalah koran yang segmented, membahas tuntas semua
berita politik & Bisnis dalam negeri.
Dibaca oleh
semua anggota MPR/DPR dan pengambil keputusan di negeri ini. Menjadi bahan
bacaan wajib dan referensi penting para politikus & Pebisnis . Di samping
sebagai koran politik & bisnis, Rakyat Merdeka juga tampil sebagai koran
Ekonomi plus hiburan yang layak dipercaya. Probisnis sebagai suplemen yang hadir
dengan mengulas perkembangan dunia bisnis saat ini. Tampil dengan 8 Halaman
dengan berbagai informasi ekonomi baik makro dan mikro, luar dan dalam negeri.
Jadi, surat
kabar harian rakyat merdeka dikelola oleh sebagian besar mantan karyawan Koran
harian merdeka. Hal ini mengakibatkan model pemberitaan surat kabar harian
rakyat merdeka hamper sama dengan Koran harian merdeka. Sama-sama memposisikan
dirinya sebagai media oposisi yang siap mengkritisi siapapun yang berkuasa
memerintah di negeri ini. tampak dari headline-nya yang selalu “berani”.
Terkadang demi tuntutan
menampilkan headline yang sebegitunya, surat kabar harian rakyat merdeka
terpaksa mengkonstruksi berita sedemikian rupa berdasarkan imajinasi sang
reporter. Sebenarnya ini bukanlah hal yang asing lagi ditemukan pada media di
bawah naungan Jawa Pos Group. Dalam
milis jurnalisme ada testimoni menarik dari seorang Candra Malik yang pernah
lima tahun bekerja di harian Jawa Pos/Indo Pos. Menurut dia pembuatan berita
bohong atau kriminalisasi berita sudah bukan rahasia lagi di news room Jawa
Pos/Indo Pos alias sudah “tahu sama tahu”. Bahkan sudah pada tahap yang penting
“bos senang”.
Pengakuan ini paling tidak menegaskan bahwa ada sesuatu yang
tidak beres di news room Grup Jawa Pos. Jika dianalisis lebih lanjut, ada
beberapa kemungkinan yang menyebabkan hal ini terjadi, yakni :
Pertama, soal sumber daya manusia. Berita
adalah out put dari pikiran dan sikap reporter. Pewarta yang membuat berita
bohong, integritas kewartawanannya patut diragukan. Kasus ini terjadi, bisa
jadi saat perekrutan reporter di Grup Jawa Pos ada tahapan yang salah. Buktinya
kasus berita bohong ini tidak hanya terjadi satu kali tetapi berulang-ulang.
Kedua, rutinitas dan kejenuhan. Secara
psikologis rutinitas dan pekerjaan yang terpola akan diikuti kejenuhan.
Seseorang yang jenuh akan menulis atau bekerja “pas banderol”. Artinya tidak
ada usaha dari si reporter untuk memverifikasi serta kemungkinan mengabaikan
upaya cek dan ricek lebih tinggi.
Belum
lagi seperti ditulis pengamat dan praktisi pers Andreas Harsono dalam milis pantau-komunitas bahwa di Grup Jawa Pos
seorang reporter minimal membuat tiga berita. Logikanya, target ini selain
memberatkan wartawan juga kontraproduktif dengan kualitas berita. Saking
malasny,a bisa saja seorang reporter comot sana dan comot sini dari situs mesin
pencari dan jadilah sebuah tulisan. Bila kemalasan memuncak: buatlah berita
bohong! Sangat fatal!
Mungkin
patut dicontoh kebijakan yang dibuat sebuah koran harian nasional dalam
mengakomodasi kejenuhan wartawannya. Bila seorang reporter sudah mencapai
tingkat kejenuhan, manajemen koran ini menganjurkan sang reporter untuk memilih
cuti, menulis buku dengan biaya dari kantor atau sekolah. Solusi ini sungguh
menarik karena pada akhirnya akan melahirkan sumber daya yang bagus bagi
perusahaan.
Ketiga, rendahnya gaji atau pendapatan
reporter. Kasus ini memang masalah klasik tetapi cukup menyumbang banyak bagi
etos dan kinerja reporter. Banyak kasus terjadi, tulisan berkualitas jelek pada
umumnya terjadi pada media yang menggaji reporternya sangat rendah. Tentu saja
untuk meyakinkan asumsi dan pengamatan secara acak ini perlu pembenaran dan
penelitian secara kuantitatif.
Keempat, mungkinkah ideologi atau filosopi
Grup Jawa Pos salah? Selama ini Grup Jawa Pos dikenal cukup ekspansif dan
pemberitaannya cenderung bombastis. Koran-koran Grup Jawa Pos menjual headline
untuk mendokrak oplah. Begitu juga ketika pada hari libur nasional koran lain
tidak terbit, koran yang berada di bawah manajemen Grup Jawa Pos tetap
membanjiri pasaran.
Jumlah Pembaca Rakyat Merdeka sebanyak 700.000
pembaca. Berdasarkan
data survey media AC-Nielsen, Harian Rakyat Merdeka terbukti secara empiris
memiliki basis pembaca terbesar di Wilayah Jabodetabek, tersebar luas dan
merata di kota-kota sentra bisnis di Indonesia seperti Padang, Palembang,
Lampung, Bandung dan kota-kota besar lainnya. Adapun peredaran Rakayat Merdeka
sesuai presentasenya sebagai berikut :
-
Jabodetabek : 65%
-
Bandung : 5%
-
Sumatera : 5%
-
Lampung : 8%
-
Padang : 4%
-
Cirebon : 4,5%
-
Palembang : 3,5%
-
lain-lain : 5%
Jumlah daerah sirkulasi yang tidak menyebar dan target
daerah sentra bisnis ini mengakibatkan para pengiklan tidak menjadikan surat
kabar harian rakyat merdeka ini menjadi lahan utama penempatan iklannya.
sehingga surat kabar harian rakyat merdeka memperoleh sebagian besar
pendapatannya dari hasil penjualan oplah.
Memang beginilah risiko koran yang mengandalkan pendapatan
utamanya dari penjualan oplah, bukan dari iklan. Berita bombastis dengan bahasa
yang cenderung sedikit “nakal”, headline sensasional dan menarik mata, serta
label “eksklusif” menjadi modal utama. Tetapi bila tidak hati-hati berita
bombastis, hiperbola, dan spekulatif menyeret redaksi pada upaya mengkonstruksi
dan merekayasa berita.
Bisa saja redaksi misalnya memberikan pembenaran karena
alasan bahwa kasus berita bohong juga masih terjadi di negara-negara yang
mempunyai tradisi jurnalistik yang sudah tua dan mapan. Memang, di Amerika
Serikat saja yang mempunyai tradisi dan teori jurnalisme hebat dan menjadi
kiblat, kasus berita bohong masih terjadi.
Tetapi kasus ini tidak bisa menjadi pembenaran. Dunia pers
adalah ladang pengujian kredibilitas, akuntabilitas dan dunia citra. Bila
citra, kepercayaan, dan akutabilitas hancur bersiap-siaplah koran menggali
kuburannya sendiri dan dilupakan pembaca untuk selamanya.
Memasuki tahun 2002,
slogan surat kabar harian rakyat merdeka berubah dari “Apinya Demokrasi
Indonesia” menjadi “Politics News Leader”. Ini mengindikasikan bahwa surat
kabar ini ingin menjadi surat kabar harian “terdepan” dalam isu-isu politik
(leader) dan provokator. Sejak ini, surat kabar harian rakyat merdeka
berkembang dan mengikuti ideology induknya, Jawa Pos Group dengan mengembangkan
bisnisnya (melakukan ekspansi) sehingga dibentuklah suatu lembaga Manajemen
Rakyat Merdeka Group (Manajemen Group). Ini semakin menunjukkan politik media
di bawah naungan Jawa Pos Group yang dipimpin Dahlan Iskan untuk menjadi raja
media cetak di seluruh daerah Indonesia.
Komentar
Posting Komentar