Analisis Media Online & Media Cetak Indonesia


ANALISIS ISI
&


STUDI PERBANDINGAN BERITA

detik.comVS KOMPAS

1.    TUJUAN PENGANALISISAN
Analisis isi dan studi perbandingan yang dilakukan oleh penulis terhadap dua media beda bentuk fisiknya, yakni media cetak KOMPAS dan media online detik.com, memiliki beberapa tujuan. Di antaranya :
·         Untuk mengetahui perbedaan antara media cetak dengan media online di Indonesia.
·         Untuk mengungkapkan rahasia di balik perbedaan media dalam pengungkapan fakta dalam pemberitaannya, mulai dari jenis tulisan, gaya penulisan, serta berpedoman pada aturan yang terdapat pada jurnalistik online.

2.      HASIL ANALISIS ISI BERITA PADA SELASA, 2 OKTOBER 2012
Ø  JENIS TULISAN
Tulisan yang penulis pilih pada kedua media ini sama-sama merupakan berita. Untuk berita Irjen Djoko Susilo akan Penuhi Panggilan Kedua KPK pada media online, termasuk berita headlines/berita utama pada Selasa, 2 Oktober 2012. Sedangkan berita Djoko Dipanggil Jumat, Mahkamah Agung Akan Tolak Permintaan Fatwa pada media cetak, termasuk berita pada halaman 2 di rubrik POLITIK & HUKUM pada Selasa, 2 Oktober 2012. Kedua berita ini sudah mengandung unsure 5 W + 1 H, pada media online lebih mengulas unsur What dan Who, pada media cetak lebih mendalam dengan unsure Why dan How.  Untuk sistematika tulisan berita pada kedua media ini sudah sesuai dengan sistematika penulisan berita, yakni ada Head/Judul, Lead/Alinea Pertama, Body/Isi Berita.

Ø  STRUKTUR ISI DAN GAYA PENULISAN BERITA detik.com  VS KOMPAS (berpedoman pada ATURAN PADA JURNALISTIK ONLINE)
            Berita di media online tidak terlalu mendalam. Dia lebih up to date. Pada kasus berita yang sama di hari yang sama ini, media online lebih maju setahap informasinya. Dia memberikan jawaban atas berita pada media cetak di hari yang sama. Dan informasi terbaru ini diletakkan pada paragraf pertama. Ini sangat sesuai dengan gaya penulisan pada jurnalistik online dan jurnalistik pada umumnya, mengutamakan yang penting di atas (prinsip piramida terbalik).
Pada berita di media online, singkatan-singkatan dibuat tanpa dijelaskan pada awalnya terlebih dahulu. Beda dengan berita di media cetak. Seharusnya kalau memang ingin memakai singkatan, awalnya dijelaskan dulu kepanjangannya. Baru pada paragraf berikutnya, pakai singkatan. Seperti halnya, kata Korlantas pada berita di media online, khalayak mungkin bisa saja tidak mengerti apa itu Korlantas. Kalau di media cetak, dia tidak menyingkat, melainkan ditulis kepanjangan dari Korlantas itu sendiri awalnya. Seperti ketika pada media cetak menyebutkan Mahkamah Agung (MA), di awal memakai kata-kata ini ditulis lengkap-lengkap. Untuk pemakaian berikutnya, ditulis singkat saja yakni MA. Ini akan sangat membantu khalayak memahami jalan dan isi berita.
Mungkin berita di media online sudah sesuai dengan gaya penulisan pada jurnalistik online, yakni tulisan pendek lebih disukai, sehingga agar tulisannya terlihat pendek, jadi disingkat saja tanpa menjelaskan terlebih dahulu apa kepanjangan dari singkatan tersebut. Namun ada baiknya sebelum kita menyingkatkata, kita jelaskan dulu untuk pertama kalinya apa kepanjangannya.
            Lalu pada berita di media online ini, dibuat hanya dengan satu sumber saja, yakni pihak tersangka, kuasa hukum Irjen Djoko, dan hanya ingin memberikan kabar yang up to date mengenai kasus Irjen Djoko yang dipanggil kedua kalinya pada Jumat besok ini, yakni bahwa ia akan datang. Beda dengan berita pada media cetak, yang sedikit ketinggalan. Berita pada media cetak berisi pernyataan dari berbagai sumber kredibel mengenai pemanggilan Irjen Djoko untuk kedua kalinya Jumat besok ini dan menyatakan bahwa jika mangkir lagi, maka akan dipanggil paksa. Selain itu, pada berita di media cetak, informasinya lebih mendalam dengan mencantumkan pernyataan-pernyataan berbagai sumber kredibel mengenai ketidakhadiran Irjen Djoko pada panggilan pertama KPK. Lalu dikombine pula dengan pernyataan dari juru bicara Mahkamah Agung (MA) mengenai fatwa yang dinantikan Irjen Djoko dan menjadi alasan ketidakhadirannya pada panggilan pertama KPK yang menyatakan bahwa MA menolak permintaan fatwa tersebut dengan penjelasannya sebanyak 2 paragraf. Sedangkan pada berita di media oline, informasi mengenai penolakan fatwa ini oleh MA hanya satu kalimat saja dan tanpa mengutip. Ini akan membuat berita di media online kurang faktual dan terkesan bahwa opini penulis masuk ke dalam tulisan beritanya.
            Pada berita di media online, beritanya ditulis mengambil sudut pandang Irjen Djoko. Sedangkan pada berita di media cetak, tidak ada keterangan dari pihak Irjen Djoko, hanya berisikan informasi dari berbagai sumber bahwa Irjen Djoko akan dipanggil lagi dan pernyataan-pernyataan berkaitan dengan mangkirnya Irjen Djoko pada panggilan pertama KPK. Kalau ditelisik lagi, tampak bahwa berita pada media online pada hari yang sama merupakan jawaban atas berita di media cetak.
            Berita di media online sangatlah ringkas, padat, dan to the point. Khalayak jadi tahu bahwa info terbarunya bahwa Irjen Djoko akan hadir pada Jumat pekan ini, hanya dengan membaca paragraf pertamanya.
Ini juga sama pada berita di media cetak, dengan membaca paragraf pertama saja khalayak sudah tahu bahwa Irjen Djoko dipanggil kembali untuk kedua kalinya oleh KPK, dan jika mangkir lagi, maka akan dipanggil secara paksa.
Dan lagi-lagi dari paragraf pertama saja sudah tampak bahwa media online lebih up to date.
            Dari segi judul, kedua media ini sudah sangat sederhana dan padat, serta tentunya tepat sasaran. Judul mereka sangat mencerminkan isi beritanya. Namun bedanya, judul pada berita di media cetak ditambah sub judul, yakni informasi penting lainnya berkaitan dengan berita tersebut. Selain itu, pada berita di media cetak, informasinya tidak hanya fokus satu saja, melainkan juga dikombine dengan berita yang mendukung, sehingga terulas lebih mendalam. Sehingga dalam beritanya pun dibuat sub judul lagi, untuk memisahkan fokus yang satu ke fokus yang lainnya namun tetap saling berkaitan.
Namun berbeda dengan gaya penulisan pada jurnalistik online, yakni Tulisan mudah dipindai memindai (scannable), misalnya dengan subjudul (maksimum tiap lima paragraf). Pada berita ini di media cetak, sub judul dalam berita dibuat setelah 7 paragraf di awal dulu, baru ada sub judul pertama yang berisi 3 paragraf, lalu sub judul terakhir dengan diikuti 3 paragraf.
Lalu untuk penulisan judul, pada kedua media hampir sama, mereka memberikan ukuran yang lebih besar dari isi beritanya lalu diBOLDkan. Tapi untuk penulisan daerah tempat diliputnya berita yang berada di awal tulisan ini, pada media online diBOLDkan pula, sedangkan pada media cetak hanya ditulis dengan huruf besar tanpa di BOLDkan.  Serta nama penulisnya pun di media online diBOLDkan juga, sedangkan di media cetak tidak, hanya judul dan sub judul saja yang diBOLDkan. Singkatan nama penulis dicantumkan di akhir tulisan dan pada media cetak ditulis dengan huruf besar semua.
            Jumlah paragraph berita di media online lebih sedikit dibandingkan media cetak, hanya 5 paragraf saja, yang tiap paragfraf maksimal berisi 2 kalimat. Sedangkan media cetak, ada 14 paragraf, yang tiap paragrafnya maksimal ada 3 kalimat. Jelas bahwa tulisan berita di media online lebih ringkas/pendek dan bisa dibilang 50% dari tulisan berita di media cetak karena lebih mengutamakan kebaruan informasi dibandingkan kedalaman informasi. Namun, secara umum gaya penulisan seperti ini sesuai dengan gaya penulisan pada jurnalistik online serta sesuai dengan aturan yang terdapat pada jurnalistik online, yakni satu alinea idealnya hanya terdiri dari 65 karakter atau maksimal lima baris (lines).
            Kemudian, untuk jarak antar paragraf di berita media online sudah baik sehingga memudahkan mata khalayak untuk cepat membaca isi beritanya. Sedangkan untuk berita di media cetak, antar paragrafnya tidak diberikan jarak, namun tiap kali masuk paragraf baru tulisan menjorok/masuk ke dalam. Ini sudah baik, namun dikarenakan jarak antar paragrafnya mepet, ini bisa membuat khalayak malas melanjutkan membaca berita di media cetak.
            Untuk bahasa di media online sangat sederhana dan mudah dipahami. Kalau di media cetak, bahasanya sedikit lebih formal dan mendetail.
Urutan kalimat untuk kedua media logis, dan dapat juga dilihat kalimat pertama di paragraf pertama pada kedua media sama-sama mengandung unsur SPOK, bedanya pada media online kalimatnya berupa kalimat aktif, dengan menitikberatkan pada informasi bahwa KPK memanggil untuk kedua kalinya Irjen Djoko sedangkan pada media cetak kalimatnya berupa kalimat pasif dengan menitikberatkan informasi bahwa Irjen Djoko kembali dipanggil oleh KPK.
Kedua media ini sama-sama menerbitkan tulisan berita yang mengikuti EYD, sesuai dengan aturan yang terdapat pada jurnalistik online.








Komentar

Postingan Populer